Terumbu karang merupakan
sistem utama yang membangun kehidupan dan menopang struktur pulau-pulau kecil
di Kepulauan Seribu. Struktur geomorfologi Kepulauan Seribu
yang terbentang melintang utara-selatan di barat daya Laut Jawa telah mengalami degradasi yang sangat besar, mulai
tahun 1920, 1985, 1995, 2005 dan 2009. Wilayah Kepulauan Seribu bagian selatan
mengalami degradasi terparah
dengan persentase tutupan karang kurang dari 5% (1985) dan tidak berubah pada pengamatan berikutnya (2005 dan
2009). Kepulauan
Seribu Bagian Tengah memiliki kondisi ekosistem terumbu karang masih cukup baik, bahkan di beberapa lokasi mengalami kenaikan persentase penutupan karang. Bagian Utara Kepulauan
Seribu mempunyai kondisi ekosistem terumbu karang yang paling baik dibandingkan bagian tengah dan selatan.
Faktor antropogenik memberikan dampak yang sangat besar terhadap
perubahan ekosistem Kepulauan Seribu. Faktor-faktor tersebut menurut
Estradivari at al. (2007) diantaranya
penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran mangrove, penimbunan
sampah, penambangan pasir dan karang, serta penebangan mangrove. Ikawati et al. (2001) menyatakan aktivitas
pembangunan di wilayah pesisir menyebabkan semakin meluasnya kerusakan
ekosistem terumbu karang salah satunya di Kepulauan Seribu.
Basis
utama pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu adalah melalui
pembentukan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang didalamnya ditetapkan berbagai
zona untuk keperluan yang berbeda-beda, namun pengelolaannya masih belum
optimal. Inefisiensi dan penyebab belum optimalnya pengelolaan oleh Taman Nasional
Kepulauan Seribu dapat dilihat dari adanya kegiatan pemanfaatan yang merusak
dan dilakukan di zona-zona yang dilindungi
yang masih sering terjadi sehingga wilayah yang seharusnya mempunyai
ekosistem bagus dan menjadi sumber atau inti dari kekayaan ekosistem menjadi
rusak. Di sisi lain, telah pula dikembangkan aspek pengelolaan berbasis
masyarakat di beberapa wilayah di Kepulauan Seribu melalui adanya Daerah
Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) sejak tahun 2005. Pada wilayah
dengan pengelolaan ini menunjukkan peningkatan kondisi ekosistem terumbu
karang. Diperlukan revitalisasi peran Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui
sistem pengelolaan yang melibatkan pengawasan dan peran serta masyarakat
sehingga manfaat dan jasa Taman Nasional Kepulauan Seribu dapat terus dirasakan
di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar