Rabu, 05 Februari 2014

Keanekaragaman Terumbu Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara






Keanekaragaman Terumbu Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara











Description: C:\Users\User\Pictures\logo ipb.gif




Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2013

1.      PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang 70 persen wilayahnya terdiri dari lautan. Negara ini memiliki panjang garis pantai sebesar 81.000 km2. Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang besar dari hasil perairannya, salah satunya adalah terumbu karang. Luas terumbu karang di Indonesia dengan metode proyeksi pada tahun 2002 sekitar 50.020 km2, namun hasil terbaru dari citra satelit menunjukkan bahwa luas terumbu karang Indonesia adalah 21.000 km2 (Thohiron, 2012). Indonesia berada di wilayah Segitiga Karang atau Coral Triangle yang mencakup empat dari 25 buah hotspot keanekaragaman hayati dunia. Segitiga Karang ini memiliki luas terumbu karang lebih dari 100.000 km2, 76 persen spesies karang dunia tercakup di dalamnya. Belum lagi potensi 45 spesies mangrove, 13 spesies lamun, dan 2.228 spesies ikan (National Geographic, 2012).
Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi terumbu karang dan banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan kabupaten Kepulauan Seribu provinsi DKI Jakarta. Kelurahan ini terletak di gugusan Kepulauan Seribu. Luas Pulau Pari sekitar 94 Ha dan dengan jumlah penduduk kurang lebih 680 jiwa. Perjalanan meuju Pulau Pari memerlukan waktu sekitar 2 jam dari Dermaga Muara Angke. Di pulau ini telah didirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melakukan berbagai penelitian demi kepentingan kelestarian alam, Pulau Pari merupakan Edu Island yaitu berwisata dengan alam sambil belajar tentang ekosistem laut  (Rittik Travel, 2012).
Pulau Pari merupakan kelompok pulau karang yang terdiri dari lima pulau dan delapan goba serta dikelilingi oleh rataan terumbu karang (Yusri, 2009). Pengamatan ekosistem terumbu karang di Pulau Pari dilakukan karena ekosistemyang terdapat di dalamnya memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi.


1.2              Tujuan
Fieldtrip Mata Kuliah Biologi Laut bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis terumbu karang yang terdapat di perairan tersebut, dapat mengenali jenis-jenis biota laut apa saja yang berasosiasi dengan terumbu karang, bagaimana cara mengidentifikasi tipe terumbu karang yang terdapat pada perairan tersebut, dan mengamati kondisi terumbu karang di perairan tersebut.

1.3       Tinjauan Pustaka
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthella (Castro P & Huber ME, 2005). Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel (Castro P & Huber ME, 2005). Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi (Burke IC, Laurenroth WK, 2002). Zooxanthellae merupakan jenis alga dinoflagelata berwana coklat dan kuning, yang dinyatakan sebagai Symbiodinium microadriaticum. Alga ini juga hidup bersimbiosis dengan hewan-hewan lain di terumbu karang, seperti, kima raksasa (Tridacna spp), anemon laut dan coelenterata lainnya. Sumber nutrisi utama hewan karang (hampir 98%) berasal dari hasil fotosintesa zooxanthellae dan sisanya adalah berasal dari plankton. Selain itu, zooxanthellae memberi warna pada hewan karang yang sebenarnya hampir transparan. Timbal baliknya, karang menyediakan tempat tinggal dan berlindung bagi alga (Go Blue, 2008).
Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan.  Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat (Dedi S., 2007). Berikut definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang diambil berdasarkan tempat tumbuhnya, sebagai berikut:
a.       Terumbu (Reef), endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska.
b.      Karang (Coral), disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip. Jutaan polip-polip ini yang membentuk struktur dasar terumbu karang.
c.       Karang Terumbu, pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­-jenis moluska, crustasea, echinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunika, serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Image
Gambar 1. Ekosistem terumbu karang (atas), karang terumbu dan matriks terumbu (tengah), serta insert hewan karang (bawah).

 Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur, karang dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.        Karang Hermatipik
Karang hermatipik adalah karang yang dapat membentuk terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal, sehingga penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu, hewan karang memiliki toleransi suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
2.        Karang Ahermatipik.
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas di seluruh dunia.
            Berdasarkan letaknya (Castro P & Huber ME, 2005), terumbu karang dibedakan menjadi 4 Jenis, yaitu:
1.        Terumbu Karang Tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Paitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2.        Terumbu Karang Penghalang (Barrier reefs)
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kep. Riau), Spermondo (Selawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
3.        Terumbu Karang Cincin (Atols)
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudera Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
Image 
Gambar 2. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan).

4.        Terumbu Karang Datar (Patch reefs)
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), atau disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan, dan dalam kurun waktu geologis membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh).
            Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanthella dan tidak membentuk terumbu (Castro P & Huber ME, 2005).
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998, telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal (Burke IC, Laurenroth WK, 2002).
Terumbu karang, sebagai ekosistem, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Banyak biota laut yang hidupnya bergantung pada ekosistem tersebut. Jenis-jenis biota yang umum dijumpai di perairan terumbu karang adalah: Chordata (sub filum tunicata), Arthropoda, Echinodermata, Mollusca, Annelida, Nemertea, Platyhelminthes, Cnidaria, Porifera (Yusri S, 2013).

English et al. (1994) mengkatagorikan bentuk pertumbuhan karang batu menjadi dua jenis, yaitu karang Acropora dan non-Acropora. Perbedaan Acropora dan non-Acropora terletak pada struktur skeleton. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit.
Gambar 3. Perbedaan antara skeleton Acropora dan skeleton non-Acropora
(Sumber : English SA, Wilkinson CR, Baker VJ (eds) (1997))

Ketegori pertama, bentuk pertumbuhan karang Acropora, terdiri atas: (1) Acropora bercabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon; (2) Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja; (3) Acropora merayap (Encrusting Acropora), biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna; (4) Acropora Submasif (Submasive Acropora); percabangan bentuk lempeng dan kokoh; (5) Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.
Gambar 4. Bentuk pertumbuhan karang Acropora
(Sumber : English SA, Wilkinson CR, Baker VJ (eds) (1997))

Kategori kedua, bentuk pertumbuhan karang non-Acropora, terdiri atas: (1) bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada diameternya; (2) padat (masive), berbentuk seperti bongkahan batu dengan ukuran yang bervariasi; (3) kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras, serta berlubang-lubang kecil; (4) lembaran (foliose), berbentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukurang kecil, dan membentuk lipatan atau melingkar; (5) jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut; (6) submasif (submasive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil; (7) karang api (Millepora), dikenal dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila tersentuh; (8) karang biru (Heliopora), dicirikan dengan adanya warna biru pada rangkanya.
Gambar 5. Bentuk pertumbuhan karang non-Acropora
 (Sumber : English SA, Wilkinson CR, Baker VJ (eds) (1997))

Sementara, karang lunak (soft coral) lebih dikenal Alcyonaria, yang merupakan salah satu jenis Coelenterata (hewan berongga). Aclyonaria mempunyai peranan penting dalam pembentukan fisik karang dengan tubuh lunak. Tubuh Alcyonaria, lembek tetapi disokong oleh sejumlah duri-duri yang kokoh, berukuran kecil, dan tersusun sedemikian rupa sehingga lentur dan tidak mudah putus. Duri-duri yang kokoh tersebut mengandung kalsium karbonat yang dikenal dengan spikula.




II. METODELOGI
2.1 Waktu dan Lokasi
            Pengambilan data ekosistem  terumbu  karang dilakukan  pada tanggal 29 Maret 2013 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara




Gambar 6. Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.

2.2  Alat dan Bahan Terumbu  karang
            Pengambilan data ekosistem  terumbu karang menggunakan alat-alat yang terdiri dari alat tulis (pensil, penggaris, penghapus, pulpen, spidol), newtop (kertas anti basah), tali rapiah, kamera underwater,  label, plastik sample, botol sample, papan jalan, papan  press, dan Koran. Sedangkan bahan yang digunakan untuk mengawetkan sampel dalam praktikum lapang adalah senyawa pengawet alkohol 70% dan formalin.

2.3 Metodelogi  Pengamatan
Pengambilan data ekosistem  terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) yang telah dimodifikasi.  Metode  LIT adalah metode yang dilakukan dengan cara membentangkan tali rafia sejajar dengan garis pantai, dengan skala setiap 10 meter sebagai ulangan dengan jarak pengamatan kiri dan kanan transek sepanjang 3 meter. Pengamatan yang diambil mencakup jenis karang, biota asosiasi, jenis subsrat, dan jenis penyakit pada karang.



                          10 meter                      10 meter                          10 meter
 
Cork 










Cork




3 meter
 




 







III.             HASIL
Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan terumbu karang berdasarkan metode modifikasi LIT sejauh 30 meter. Waktu pengamatan 09.30- 11.00 WIB. Kedalaman 60-200 cm.

No
Jenis Karang
Jenis Substrat
Life Form
Biota Asosiasi
Fenomena Bleaching
Penyakit
Menempel
Bergerak
1

Acropora
Berpasir

Tabulate
IMG_0025.JPG
-
Ikan hitam strip kuning
-
-
2

Acropora
Berpasir

Digitate
Cacing pohon natal

Keong
-
-

3
Acropora
Berpasir, Karang mati

Branching
-
Ikan kecil
-
White band disease
4

Acropora
Berpasir

Folios
foliiii.jpg
-
Ikan strip biru
-
-
5

Montio-pora
Berpasir

Encrusting
enchrus.jpg
-
Ikan hitam strip kuning
-
-
6

Acropora

Berpasir

Submassi-ve

-
-
-
7
Halimeda

Pasir
-
-
Ikan
IMG_0028.JPG
-
-
Gambar 7. Pengambilan data dengan metode LIT sepanjang  30 meter

Menurut hasil wawancara yang dilakukan beberapa kelompok, warga setempat  menyatakan keadaan terumbu karang di pulau Pari masih tergolong baik. Jika dibadingkan dengan hasil pengamatan, pernyataan ini benar karena penutupan karang yang masih tinggi.

IV. PEMBAHASAN

Gugus Pulau Pari yang  terletak di Kepulauan Seribu terdiri dari 5 pulau. Terumbu karang  yang terbentuk adalah dalam bentuk formasi karang tepi (fringing reef). Secara keseluruhan pada setiap stasiun diperoleh data bahwa terumbu karang yang paling mendominasi di Pulau Pari adalah kelas Acropora, terdapat pula jenis kelas Montiopora dan Halimeda dengan tipe life form Tabulate, Digitate, Foliose, Branching, Encrusting dan Submassive. Biota asosiasi yang paling mendominasi pada tiap stasiun adalah ikan karang dan biota menempel yang lebih mendominasi adalah cacing pohon natal.
Pada literatur (Nontji, 2005) yang menyebutkan bahwa tipe life form yang mendominasi di Pulau Pari adalah Foliose dan kelas yang dominan adalah kelas non-acropora dibanding acropora. Pada hasil pengamatan sesuai dengan literatur bahwa data yang diperoleh life form yang mendominasi yaitu Foliose. Namun untuk kelas, data yang diperoleh bahwa kelas acropora lebih dominan di Pulau Pari dan ini tidak sama dengan literatur yang menyebutkan bahwa di Pulau Pari kelas non-acropora lebih dominan dibanding kelas acropora.
Terjadinya perbedaan antara literatur dan hasil pengamatan dalam hal kelas atau jenis karang disebabkan oleh stasiun pengambilan data yang berbeda antara literatur dengan pengamatan  yang telah dilakukan, sehingga ada kemungkinan terjadi perbedaan kelas atau jenis karang yang diperoleh. Perbedaan stasiun pengambilan data sangat memungkinakan terjadinya perbedaan yang di dapat, karena berbeda stasiun terkadang ada faktor-faktor tersendiri yang mempengaruhi kondisi lingkungan tersebut seperti jenis substrat, salinitas, pergerakan arus, pasang surut, dan kekeruhan. Sehingga dengan perbedaan tersebut akan menyebabkan variasi kelas atau jenis karang yang ada akan berbeda-beda, perbedaan tersebut akan mengakibatkan perbedaan kedominanan suatu jenis karang di suatu stasiun. Sehingga wajar jika terjadi perbedaan antara data kelas atau jenis karang yang sudah diperoleh dengan ada yang di literatur.
            Organisme yang tinggal atau memiliki aktivitas di terumbu karang, memiliki interaksi baik antara spesies satu dengan spesies lain, bahkan dalam satu spesies (Timotius 2003). Berdasarkan pengamatan langsung, diketahui beberapa biota asosiasi hidup pada ekosistem terumbu karang di Pulau Pari, diantaranya terdapat biota asosiasi menempel berupa cacing pohon natal kering dan bulu babi. Selain itu, biota asosiasi bergerak berupa ikan-ikan karang yang menjadikan karang sebagai tempat hidup, tempat memijah dan tempat untuk berlindung, adapun keong yang mengunakan karang sebagai tempat berlindung. 
Adanya bulu babi memberikan manfaat untuk terumbu karang itu sendiri. Menurut Timotius (2003), kehadiran populasi jenis bulu babi penting bagi terumbu karang sebagai penyeimbang, kesetimbangan populasi akan menjaga kesetimbangan populasi alga dan karang. Biota lain yaitu cacing laut yang termasuk filum annelida dan hidup pada terumbu karang seringkali membentuk cangkang kaput dan kerap kali berperan secara biologis sebagai pengurai batu karang (Yusron, 1985). Adapun cacing laut yang berbahaya bagi penyelam di laut, yaitu cacing laut dari suku Nereidae. Salah satu jenis cacing ini menempati celah karang mati dan biasa dikenal sebagai bulu kucing.
Bentuk pertubuhan terumbu karang yang beragam seperti bercabang, pipih/merayap, meja daun dan pejal/padat, memungkinkan adanya ruang sebagai tempat hidup dan tempat yang nyaman untuk melakukan pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan ataupun tempat berteduh bagi ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Nggajo 2009).
Penyakit karang didefinisikan sebagai semua bentuk gangguan terhadap kesehatan karang yang berdampak terhadap penurunan fungsi fisiologis (Abrar, 2012). Penyakit karang timbul akibat kombinasi dan interaksi antara karang sebagai inang, media penularan, dan tekanan dari lingkungan. Infeksi dari virus, bakteri, dan fungi dan protista adalah penyakit yang disebabkan faktor biotis, sedangkan gangguan kesehatan secara abiotis disebabkan oleh tekanan lingkungan seperti suhu, sedimen, toksit, dan radiasi ultraviolet (Raymundo et al, 2008 dalam Abrar, 2012)
White band disease (WBD) merupakan salah satu penyakit karang dan pertama kali ditemukan pada tahun 1977 di Teluk Tague, St. Croix, Kepulauan Virgin, Amerika dan umumnya terjadi pada jenis karang bercabang. Hal ini sesuai pada temuan pengamatan karang di Pulau Pari yang memperlihatkan adanya gejala white band disease (WBD) pada karang Acropora yang memiliki life form branching (bercabang). Tidak ditemukan adanya kumpulan jasad renik yang konsisten yang menyebabkan adanya pengelupasan pada jaringan dan rangka karang yang kosong. Hilangnya jaringan tersebut, akan mengakibatkan suatu garis pada koloni karang, oleh karena itu penyakit ini disebut white band disease (WBD) (Green & Bruckner, 2000 dalam Siringoringo, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siringoringo (2007) melalui pengamatan white band disease WBD pada karang bercabang (Acroporacervicornis), terjadi jaringan karang yang hilang pada pertengahan suatu cabang. Tingkat jaringan karang yang hilang adalah sebesar 1/8 - 1/4 inci per hari, dan rangka karang yang kosong akan ditumbuhi oleh alga berfilamen.  Band rangka karang yang berwarna putih kosong memiliki lebar yang dapat mencapai 5-10 cm. Jaringan karang yang tersisa pada cabang tidak menunjukkan adanya pemutihan, walaupun koloni yang terpengaruh secara keseluruhan terlihat adanya goresan warna.
Penyebab dari penyakit WBD masih belum banyak diketahui, namun demikian sudah ditemukan adanya kumpulan bakteri pada jaringan karang yang mampu meluas dari satu koloni ke koloni lainnya. Pada saat ini, para peneliti masih belum mampu mengidentifikasi peranan dari mikroorganisme yang ada pada jaringan karang yang terkena penyakit tersebut (Richardson dalam Siringoringo, 2007).




















DAFTAR PUSTAKA

Abrar, M ,et al.2012. Struktur Komunitas dan Penyakit pada Karang (Scleractinia) di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur. Universitas Mataram: IlmuKelautan. Vol. 17 (2): 109-118.
Burke ,I. C., Laurenroth W.K. 2002. Ecology of the Shortgrass Steppe: A Long-Term Perspective.LTER.Page.56-57.
Castro ,P  ,Huber ME. 2005. Marine Biology Ed ke-5. New York: Mc Graw Hill International.Page 119-125.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
English, S., et al. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resourch. Australian Institute Marine Science. Townsvile. Australia
Go Blue. 2008. Tentang Terumbu Karang.[terhubung berkala] http://www.goblue.or.id/tentang     -terumbu-karang. diakses pada 10 April 2013
National Geographic. 2012. Bangun Kesadaran Konservasi Terumbu Karangdengan Edukasi.[terhubung berkala]  http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/05/bangun     -kesadartahuan-konservasi-terumbu-karang-dengan-edukasi. diakses pada 24 September 2012
Nggajo, Raimundus. 2009. Keterkaitan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) Dengan Karakteristik Habitat Pada Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Rittik Travel. 2012. Pulau Pari. [terhubung berkala] http://rittiktravel.com/pulau-pari.html. diakses pada 10 April 2013
Siringoringo, RM. 2007. Pemutihan Karang dan Beberapa Penyakit Karang. Oseana, Vol. 32 (4): 29- 37.
Suharsono. 1998. Kesadaran masyarakat tentang terumbu karang (kerusakan karang di    Indonesia). P3O-LIPI, Indonesia: 77.
Thohohiron, D. 2012. Kerusakan Terumbu Karang Indonseia. [terhubung berkala]. http://id.shvoong.com/exact-sciences/2247133-kerusakan-terumbu-karang            -indonesia/ diakses pada 10 April 2013
Timotius, Silvianita. 2003. Biologi Terumbu Karang. Makalah Training Course. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi).
Yusri dan Timotius. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Jakarta : Terangi.
Yusri, Safran. 2013. Biota Terumbu Karang. [terhubung berkala] http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=133%3Abiota-terumbu-karang&catid=72%3Asains&Itemid=52&lang=id diakses pada Kamis, 18 April 2013
Yusron, Eddy. 1985. Beberapa Catatan Mengenai Cacing Laut (Polychaeta). Oseana, Vol. 10 (4): 122-127.


















LAMPIRAN

Sumber: Foto pribadi

foli.jpg                         foli2.jpg 
Gambar1. Lifeform  karang folios                  Gambar1. Lifeform  karang folios

foliiii.jpg                        enchrus.jpg
Gambar1. Lifeform  karang folios                  Gambar1. Lifeform  karang encrushing

IMG_0025.JPG                         IMG_0032.JPG
Gambar1. Lifeform  karang  digitate              Gambar1. karang  patah

IMG_0036.JPG                         IMG_0054.JPG
Gambar1. Karang yang patah                         Gambar1. Terumbu karang
IMG_0028.JPG                        IMG_0044.JPG
Gambar1. Ruble karang                                  Gambar1. Lifeform  karang

IMG_0041.JPG                        IMG_0043.JPG
Gambar1. Lifeform  karang bercabang           Gambar1. Lifeform  karang  Encrusting

IMG_0045.JPG
                           Gambar1. Foto kelompok 3 Fieldtrip Biologi Laut

1 komentar: