KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ingin
mengucapkan puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sebab karena izin-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang
berjudul “Struktur Komunitas Ikan Terumbu di Artificial Reef
Pulau Karya dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara”
Tak luput pula rasa terima kasih
penulis sampaikan kepada Dr. Ir.Ario Damar, M.Si dan
Dr. Ir. M.Mukhlis
Kamal, M.Sc yang telah bersedia untuk memberikan berbagai
arahan serta masukan yang Insya Allah akan sangat bermanfaat bagi penulis, baik
untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwasanya
proposal ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis dengan
senang hati untuk menerima kritik dan saran yang membangun, semoga penelitian
ini memberikan manfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, September 2012
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terumbu karang merupakan
ekosistem perairan laut dangkal yang paling ekstensif dan memiliki
produktifitas yang tinggi di perairan laut tropis. Ekosistem
terumbu karang memiliki kaitan yang sangat erat bagi kelangsungan hidup biota
yang ada didalamnya seperti ikan, teripang, lobster,kima,dan termasuk karangnya
sendiri. Ekosistem ini memiliki fungsi ekologis yang letaknya sangat strategis
selain sebagai habitat ribuan biota, dapat pula tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), pembesaran (rearing ground) dan mencari makan (feeding groung). Disamping itu,
ekosistem terumbu karang adalah bagian dari ekosistem laut yang selain
menyuplai kehidupan ke laut, juga sebagai bagian penting dari laut untuk
keseimbangan ekosistem. Terumbu karang merupakan komponen pelindung pantai dari
arus, terpaan ombak dan gelombang (Kordi 2010).
Ikan terumbu pada umumnya
organisme yang jumlahnya terbanyak menghuni ekosistem terumbu
karang. Ikan terumbu merupakan ikan –
ikan yang hidup pada daerah terumbu karang sejak masa juvenil hingga dewasa dan
Ikan terumbu adalah setiap individu ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang (Choat dan Bellwood 1991). Ikan terumbu menyukai
habitat tertentu yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Pada umumnya Ikan terumbu lebih banyak teramati pada
ekosistem terumbu karang dalam kondisi masih baik, dan kondisi ikan terumbu
akan mengalami penurunan jika terumbu karangnya tidak sehat (Rachmawati 2001). Ikan terumbu membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan
mencari makan, umumnya ikan terumbu memiliki mobilitasi yang rendah dan
membutuhkan dengan adanya terumbu karang untuk keberlanjutan fungsinya diarea
tertentu yang dipertahankan (Hartati dan edrus 2005).
Ikan
terumbu dengan kondisi struktur komunitas terumbu karang yang sekarang semakin
mengalami perubahan yang diakibatkan oleh banyak faktor, kondisi ini sama
halnya di Kepulauan Seribu. Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
termbu karang diantaranya berupa penangkapan perikanan berlebih yang tidak
ramah lingkungan, tumpahan minyak, serta penambangan karang sedangkan faktor
alami yaitu dari naiknya suku permukaan air laut, polusi, dan gempa bumi
(Estradivari et al 2009). Di Kepulauan seribu masyarakatnya memiliki
kecenderungan bergantung pada ekosistem terumbu karang dengan keindahan dan
keberagaman ikan terumbu. Sumberdaya alam pada ekosistem terumbu karang
tersebut sekarang mengalami degradasi, yaitu hasil tangkapan nelayan berkurang,
serta adanya praktek penambangan liar karang di beberapa tempat (Estradivari et
al 209). Salah satu untuk memperbaiki kondisi ekosistem terumbu karang dengan
Artificial Reef yang memungkinkan
mengembalikan kondisi habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan
dan biota laut lainnya. keberadaan Artificial Reef melindungi organism kecil
(juvenile), sebagai nursery ground, dan meningkatkan produktivitas alam dengan
menyediakan habitat baru untuk organism menempel yang berkontribusi pada rantai
makanan (Chou 1997). Ekosistem terumbu karang semakin baik memungkinkan
struktur komunitas ikan terumbu semakin stabil.
Ekosistem
terumbu karang pada Artificial Reef tersebut
dikaji mengenai Struktur komunitas ikan terumbu di area tersebut
sehingga akan terdapat komposisi ikan terumbu pada wilayah Artificial Reef,
yang dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan ekosistem terumbu karang .
Perumusan Masalah
Ekosistem terumbu karang sudah diketahui oleh umum bahwa memiliki
fungsi dan potensi ekologi yang berdampak pada manusia ataupun bagi
kelangsungan hidup biota yang ada di dalamnya. Di kepulauan Seribu telah
terjadi degradasi ekosistem terumbu karang, beberapa faktor yang menyebabkan
yaitu dari alamia dan manusia.
Degradasi terumbu karang di kepulauan Seribu perlu adanya kegiatan
konservasi yaitu salah satunya dengan pembuatan Artificial Reef. Penenggelaman
Artificial Reef terletak di Pulau Karya dan Pulau Harapan bermaksud untuk
memulihkan ekosistem, dengan melihat struktur komunitas Ikan terumbu.
Rehabilitasi
Terumbu Karang
|
Struktur
Komunitas Ikan karang
-Kelimpahan
-indeks keanekaragaman
-indeks keseragaman
-indeks dominansi
|
Rusaknya
Ekosistem Terumbu karang
|
Artificial Reef
|
Pulihnya
ekosistem
|
Ekosistem
Terumbu Karang
|
Manusia
|
Alami
|
P.Karya
|
P. Harapan
|
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji struktur
komunitas ikan terumbu pada artivisial di perairan pulau karya dan harapan,
kepulauan seribu dengan: menganalisis kelimpahan family dan spesies ikan
terumbu, menganalisis berdasarkan trophic level ikan terumbu, melihat indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi ikan terumbu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan pertimbangan untuk merecovery ekosistem terumbu karang dalam Artificial Reef dengan melihat data struktur komunitas ikan terumbu yang ada di perairan pulau Karya dan pulau Harapan.
METODE
Waktu
dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada 5-10 April
2013 di Pulau Karya dan Pulau Harapan Kepulauan seribu, lokasi ini merupakan
wilayah rehabilitasi karang yang terdapat rak-rak Artificial reef. Kedua lokasi
ini dijadikan tempat rehabilitasi terumbu karang.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu
peralatan selam SCUBA (Self Containing Underwater Breathing Apparatus), kamera
Underwater untuk mendokumentasikan hasil pengamatan bawah air, rol meter untuk
menghitung skala wilayah pengamatan, alat tulis
(pensil dan Sabak), serta buku identifikasi ikan dan laptop untuk
pengolahan data.
Metode Pengambilan
Data
Pengambilan
data ikan terumbu dengan menggunakan metode stationery visual sensus (Hill
dan Wilkinson 2004). Pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat ikan
terumbu yang ditemui di sekitar wilayah transplantasi. Pengamatan menggunakan
peralatan selam, berenang dengan posisi tetap dan konsisten terhadap penilaian
spesies ikan terumbu yang ditemui agar tidak terjadi bias yang terlalu besar.
Cara melakukan pengamatan ikan terumbu tersaji pada Gambar
Pengambilan
data pada Pulau Kelapa yaitu dengan cara mencatat spesies ikan terumbu dengan
jarak pandang 5 meter ke kanan dan ke kiri dengan masing-masing 2,5 meter dari transek,
kemudian ke arah depan sejauh-jauhnya serta mencatat ikan yang berada di bawah
Artificial Reef. Pada pulau karya panjang Artificial Reef yaitu 383,4 meter
kuadrat. Sedangkan di Pulau Harapan panjangnya 361,7 meter kuadrat.
Prosedur Analisis Data
Kelimpahan Ikan
Terumbu
Kelimpahan
ikan karang merupakan, jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada suatu stasiun
pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dapat
dihitung dengan rumus (Odum 1971):
Keterangan :
D = Kelimpahan
individu ikan (Ind/m2)
ni = Jumlah individu ikan (Ind)
A = Luas daerah
pengamatan (m2)
Indeks Keanekaragaman
(H’)
Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mendapatkan gambaran
populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi jumlah
individu masing-masing spesies dalam suatu komunitas (Odum, 1971).
Keanekaragaman jenis ikan karang dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
H’ = Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener
pi= Perbandingan
antara jumlah individu ikan spesies ke-I (ni) dengan jumlah total individu ikan
karang (N)
I = 1, 2,…n
Kategori penilaian untuk
keanekaragaman jenis adalah sebagai berikut :
a)
H’≤
1 :Keanekaragaman rendah,
penyebaran rendah, kestabilan
komunitas rendah,
b)
1
< H’ < 3 : Keanekaragaman
sedang, penyebaran sedang, kestabilan
komunitas
sedang,
c)
H’
≥3 : Keanekaragaman tinggi,
penyebaran tinggi, kestabialan
komunitas
tinggi.
Indeks Keseragaman (E)
Indeks Keseragaman (E) menggambarkan
ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata
penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem ekosistem akan
makin meningkat. Indeks Keseragama menggunakan :
Keterangan :
E = Indeks Keseragaman
H’ = Keseimbangan Spesies
H’max = Indeks Keanekaragaman maksimum = Ln S
S = Jumlah total macam spesies
Nilai
indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut :
a)
0 < E ≤ 0,4 : Keseragaman kecil, komunitas tertekan
b)
0,4 < E ≤ 0,6 : Keseragaman sedang, komunitas labil
c)
0,6 < E ≤ 1,0 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil
Indeks Dominansi (C)
Nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang kecil
biasanya menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies
lainnya. Rumus indeks domonansi (C) adalah (Odum, 1971) :
Keterangan :
C =
Indeks Dominansi
pi =
Proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang
i = 1, 2, 3,..n
Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori
sebagai berikut :
a)
0 < C < 0,5 =
Dominansi rendah
b)
0,5 < C ≤ 0,75 =
Dominansi sedang
c)
0,75 < C ≤ 1,0 =
Dominansi tinggi
Uji Hutchinson
Uji
Hutchinson yang dilengkapi dengan uji t dengan peluang 95 % (α = 0,05) untuk membedakan nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing lokasi pengamatan, rumus-rumus yang digunakan Magurran (1987) adalah:
∑pi(ln.pi)2 – (∑pi.ln.pi)2 S-1
Var
H’= -
N 2N2
Keterangan:
Var = Varians
yaitu perbedaan keanekaragaman pada masing-masing lokasi pengamatan
S = Jumlah jenis pada masing-masing lokasi pengamatan
Hipotesis: t hit < t tabel, tolak Ho (terdapat perbedaan yang bermakna)
t hit > t tabel, terima Ho (tidak terdapat
perbedaan yang bermakna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar